Jakarta, 2025 – Meski sudah berpuluh tahun menjadi agenda utama reformasi, korupsi di Indonesia masih menjadi penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Dari ruang pemerintahan pusat hingga daerah, praktik penyelewengan wewenang, suap, dan penggelapan dana publik terus menjadi bayangan gelap yang menggerogoti fondasi demokrasi dan kepercayaan publik.
Potret Terkini: Korupsi Tak Pernah Sepi
Sepanjang tahun 2024 hingga awal 2025, sejumlah kasus besar kembali menyeruak ke permukaan. Mulai dari korupsi pengadaan barang dan jasa, suap politik menjelang pemilu, hingga penyalahgunaan dana bantuan sosial. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI terus melakukan penangkapan dan penyelidikan, namun dampaknya belum sepenuhnya menyentuh akar masalah.
Menurut data KPK, sepanjang 2024, terdapat lebih dari 100 operasi tangkap tangan (OTT) dan lebih dari 150 tersangka ditetapkan, sebagian besar berasal dari kalangan pejabat daerah dan swasta. Di sisi lain, Laporan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari Transparency International menempatkan Indonesia pada skor 34 dari 100—angka yang stagnan sejak beberapa tahun terakhir.
Modus dan Pola Lama yang Berulang
Modus korupsi di Indonesia cenderung klasik namun efektif. Mulai dari mark-up proyek, suap untuk izin usaha, gratifikasi dalam mutasi jabatan, hingga nepotisme dalam pengadaan. Meski teknologi informasi sudah diterapkan dalam banyak layanan publik, korupsi tetap beradaptasi lewat praktik terselubung dan jaringan yang tertutup rapat.
Pola korupsi tidak berdiri sendiri. Ia tumbuh subur di tengah lemahnya pengawasan, rendahnya integritas birokrasi, serta budaya diam yang masih mewarnai birokrasi dan masyarakat.
Dampak yang Dirasakan Langsung oleh Rakyat
Dampak korupsi tak hanya terlihat pada kerugian negara yang nilainya triliunan rupiah, tapi juga pada pelayanan publik yang memburuk, ketimpangan ekonomi yang semakin dalam, dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Ketika dana pembangunan diselewengkan, sekolah-sekolah tetap rusak, jalan-jalan berlubang, dan layanan kesehatan tak kunjung membaik. Rakyat kecil adalah pihak yang paling terdampak dari praktik ini.
Upaya Pemerintah dan Tantangannya
Pemerintah Indonesia melalui KPK, Kejaksaan, dan lembaga pengawas lainnya terus berupaya menekan angka korupsi. Reformasi birokrasi, digitalisasi pelayanan, dan penguatan regulasi menjadi fokus utama.
Namun tantangan datang dari dalam sistem itu sendiri. Revisi UU KPK pada 2019 masih menjadi perdebatan hangat karena dianggap melemahkan kewenangan lembaga antirasuah tersebut. Selain itu, praktik impunitas dan politisasi hukum sering kali melemahkan semangat pemberantasan korupsi.
Peran Masyarakat dan Harapan Baru
Di tengah kekecewaan, harapan masih ada. Munculnya gerakan masyarakat sipil, media independen, serta partisipasi anak muda dalam pengawasan sosial menjadi kekuatan yang tak bisa diabaikan. Edukasi anti-korupsi yang dimasukkan ke dalam kurikulum, serta penguatan whistleblower system di instansi pemerintahan, diharapkan menjadi langkah konkret mencegah korupsi sejak dini.
Kesimpulan
Korupsi di Indonesia adalah tantangan besar yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan penangkapan demi penangkapan. Butuh keberanian politik, integritas moral, dan partisipasi publik yang konsisten untuk mencabut akar korupsi dari kehidupan berbangsa.
Indonesia tak kekurangan hukum, lembaga, atau anggaran. Yang dibutuhkan kini adalah konsistensi, keteladanan, dan kemauan kolektif untuk menjadikan negeri ini benar-benar bersih dari korupsi.