Jakarta, 2025 – Tahun 2025 menjadi titik awal dari siklus politik baru di Indonesia, menyusul pemilihan presiden dan legislatif yang berlangsung pada 2024. Setelah proses panjang demokrasi elektoral, rakyat Indonesia kini memasuki babak baru dalam kehidupan politik, diwarnai harapan, tantangan, dan dinamika yang terus berkembang.
Pemerintahan Baru, Harapan Lama
Presiden dan Wakil Presiden terpilih telah resmi dilantik pada Oktober 2024. Koalisi pemerintahan terbentuk dengan formasi kabinet yang berisi kombinasi tokoh senior dan wajah-wajah muda. Fokus utama pemerintahan saat ini adalah pada transformasi digital, pemerataan pembangunan, dan penguatan ketahanan nasional—baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.
Namun, masyarakat masih menyimpan harapan lama yang belum juga sepenuhnya terjawab: pemberantasan korupsi yang nyata, reformasi hukum yang berkeadilan, dan pelayanan publik yang transparan. Kinerja pemerintahan dalam 100 hari pertama menjadi sorotan tajam, terutama oleh kelompok oposisi dan masyarakat sipil.
Polarisasi Politik Belum Surut
Meski pemilu telah usai, polarisasi politik masih terasa. Perbedaan ideologis antara pendukung pemerintah dan oposisi, terutama di media sosial, masih menjadi sumber perpecahan wacana publik. Isu seperti politik identitas, penegakan hukum yang dianggap tebang pilih, hingga kontroversi kebijakan ekonomi tertentu terus memicu perdebatan tajam.
Sosiolog politik dari beberapa universitas nasional mencatat bahwa demokrasi Indonesia berada di fase “demokrasi prosedural”, namun belum sepenuhnya menjelma menjadi demokrasi substantif, di mana keadilan sosial dan hak-hak publik benar-benar terjamin.
Dinamika DPR dan Politik Parlemen
Di Senayan, wajah DPR RI mengalami sedikit peremajaan. Masuknya sejumlah politisi muda dan aktivis ke kursi parlemen membawa harapan akan perubahan budaya politik yang lebih terbuka dan partisipatif. Namun, mayoritas kursi masih dikuasai oleh partai-partai besar yang membentuk koalisi pemerintah.
Perdebatan di parlemen kerap kali tidak hanya soal substansi, tapi juga soal loyalitas politik. Sejumlah RUU strategis yang dibahas tahun ini—termasuk revisi UU Pemilu, UU Desa, dan RUU Perlindungan Data Pribadi—menjadi ujian bagi DPR untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyat, bukan hanya pada kekuasaan.
Peran Oposisi dan Masyarakat Sipil
Oposisi di tahun 2025 menunjukkan sikap lebih tegas, dengan beberapa partai mengambil jalur oposisi konstruktif. Sementara itu, masyarakat sipil, LSM, dan media independen tetap menjadi penyeimbang penting dalam sistem demokrasi. Isu-isu seperti HAM, lingkungan hidup, dan hak minoritas menjadi fokus advokasi berbagai kelompok di luar pemerintahan.
Tekanan publik terhadap transparansi kebijakan dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan menjadi semakin kuat. Aksi demonstrasi damai, petisi daring, dan kritik tajam dari kalangan akademisi terus bergema, menandakan bahwa demokrasi Indonesia masih hidup dan terus diuji.
Tantangan Politik 2025
Beberapa tantangan besar yang harus dihadapi dunia politik Indonesia tahun ini antara lain:
- Ketahanan demokrasi menghadapi ancaman polarisasi dan hoaks politik.
- Profesionalisme birokrasi di tengah tekanan politik dan kepentingan elite.
- Konsistensi penegakan hukum tanpa intervensi kekuasaan.
- Penyusunan regulasi strategis yang berdampak jangka panjang seperti UU IKN, transisi energi, dan otonomi daerah.
Menuju Politik yang Dewasa dan Berintegritas
Indonesia kini berada pada fase kritis: apakah demokrasi bisa tumbuh matang atau justru terjebak dalam dinamika kekuasaan jangka pendek. Politik seharusnya bukan sekadar pertarungan elektoral, tapi menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.
Perubahan besar tidak bisa hanya datang dari elite. Masyarakat harus terus terlibat, kritis, dan aktif dalam mengawal jalannya pemerintahan. Partai politik, legislatif, dan eksekutif pun harus menunjukkan komitmen moral dan etika untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan.
Kesimpulan: Politik Butuh Ruang Sehat
Tahun 2025 adalah momentum pembuktian: apakah Indonesia mampu keluar dari bayang-bayang polarisasi dan politik transaksional, menuju demokrasi yang matang, rasional, dan berpihak pada rakyat. Politik bukan sekadar kursi kekuasaan, tetapi cermin karakter bangsa.